R. Saraswati, dkk

PEMANFAATAN CITRA UNTUK PEMANTAUAN WILAYAH TERBANGUNKAWASAN SITU SERTA PENGARUHNYA TERHADAP FUNGSI SITU DI DEPOK

R. Saraswati. C. Bahaudin. F. Sitanala, D. Sukanta, S. Haiyoto
Departemen Geografi FMIPA UI

Jurnal Geografi/05/Januari/2003/38-48

Sumber: http://74.125.153.132/:staff.ui.ac.id/

Abstrak

Situ merupakan sumber daya alam (SDA) yang dapat menjadi daerah penampungan air untuk menyangga kelangsungan dinamika kehidupan. Fungsi lain yaitu fungsi ekonomi, situ digunakan untuk usaha perikanan berupa pembuatan keramba apung oleh penduduk. Di Kota Depok situ jumlahnya semakin berkurang tadinya ada 26 sekarang tinggal 19 dan tujuh situ sudah beralih fungsi.
Perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk memberi tekanan pada situ, terutama situ yang terletak dekat dengan daerah industri Semakin jauh dengan daerah industri, fungsi ekonomi situ semakin baik

Abstrak

The small lake is a natural resource, which is the ecological function is to become a recharge area to support the continuity of life dynamics. Another function is economic function; it is use to fisheries. In Depok area the small lake become more and more decrease its amount, which is at first is 26, and now there is still 19 and seven small lakes have change in function.
The population growth and the development of the city have given a pressure to the existence of the small lake especially which is location is near by the industrial region Meanwhile more and more far the small lake from the industrial region, the condition is progressively goodness.

I. PENDAHULUAN

Situ merupakan sumber daya alam (SDA) yang dapat menjadi daerah penampungan air untuk menyangga kelangsungan dinamika kehidupan. Situ juga mempunyai berbagai fungsi seperti fungsi ekologi, fungsi ekonomi dan fungsi sosial. Dari segi ekologi situ berfungsi sebagai tempat penampungan massa air terutama pada saat curah hujan tinggi, sehingga situ berperan sebagai pengendali banjir. Fungsi ekonomi situ antara lain, dipergunakannya situ untuk usaha perikanan berupa pembuatan keramba apung oleh penduduk, serta untuk perhubungan yaitu menghubungkan antara satu tempat dengan tempat lain dengan biaya murah. Sedangkan dari segi fungsi sosial, situ dapat dijadikan sarana untuk rekreasi.

Situ di Kota Depok berjumlah 26 buah dengan rincian 19 situ masih ada dan tujuh situ sudah tidak ada atau berubah fungsi. Situ yang masih ada yaitu Situ Sawangan/Bojongsari, Pulo, Citayam, Rawa Besar, Pladen, Pondok Cina, Pondok Cina Kukusan, Cilodong, Bahar/Sidomukti, Baru/Kemang, Kostrad, Pedongkelan, Gadog, Tipar/Cicadas, Rawakalong, Jatijajar, Cilangkap, Gembung Baru dan Gede. Sedangkan situ yang sudah tidak ada atau berubah fungsi adalah Situ Pengasinan, Pasir Putih, Krukut, Pitara, Lembah Gurame, Pangarengan dan Patinggi (Pemerintah Kota Depok 2000).

Depok yang 300 tahun lalu berupa desa, sampai dengan tahun 1982 masih merupakan kota kecil Ketika itu antara tahun 1982-1987 rata-rata pertumbuhan penduduk Depok (kota administratif) hampir empat persen per tahun. Pertumbuhan penduduk menjadi lebih tinggi yaitu 6,3 persen per tahun sejak tahun 1987, ketika Kampus Universitas Indonesia di Depok digunakan hingga sekarang. Gejala itu diikuti juga oleh perluasan wilayah terbangun termasuk yang merambah ke kawasan situ. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) disebutkan bahwa luas wilayah permukiman pada tahun 1998 adalah 5.881,86 ha atau 29,37 persen dari luas kota, dan pada tahun 2010 dicadangkan seluas 39,40 persen atau 7.891,09 ha, untuk menampung penduduk 1.675.213 jiwa (Pemerintah  Kota Depok 2000). Persentase penyediaan ruang untuk wilayah tutupan seluas yang direncanakan RTRW yakni 48,60 persen untuk permukiman, industri, perdagangan dan jasa telah mendekati luas wilayah tutupan di Singapura yaitu 49,7 persen untuk menampung penduduk tahun 1997 yang berjumlah 3.100.000 jiwa (Seik 2000 : 32).

Pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota seperti dijelaskan di atas tentunya mengakibatkan tekanan yang semakin besar terhadap keberadaan situ-situ terutama yang berlokasi dekat pusat kegiatan dan juga permukiman, lihat Gambar 1. Akibat lain dari perluasan wilayah terbangun akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan dalam 10 sampai 25 tahun mendatang (Rahardjo dkk. 2002). Hal ini tentunya tidak sesuai dengan jiwa Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Bogor Puncak Cianjur (Keppres 114/1999), yang mengharapkan wilayah Bogor, Puncak, Cianjur, termasuk Depok (terutama Kecamatan Cimanggis, Limo dan Sawangan) sebagai wilayah resapan.

Tekanan
Damp3k
Pemantauan
Kawasan situ yang digunakan untuk aktivitas penduduk
Gambar 1. Model Dasar Hubungan Komponen
Sosial-Ekonomi Dan Situ (SDA)
(Periksa http://www.iff.ac.at/socec)

Untuk itu perlu dilakukan penelitian perluasan wilayah terbangun di kawasan situ sehingga tidak terjadi penurunan fungsi situ, khususnya fungsi ekonomi. Metode yang akan dikembangkan adalah metode yang dapat dengan cepat dan tepat digunakan untuk memantau perluasan wilayah terbangun di kawasan situ. Metode itu dapat dikembangkan dari penerapan pemaduan teknologi Sistem Informasi Geografik (SIG) dan Penginderaan Jauh (PJ) yang memanfaatkan citra. Berkenaan dengan pemikiran itu maka pertanyaan penelitian yang akan ditelaah adalah

  1. Di mana wilayah yang dapat dikonservasi agar fungsi ekonomi situ dapat berkelanjutan ?
  2. Bagaimana memantau perluasan wilayah terbangun di kawasan situ yang berpengaruh pada fungsi ekonomi situ ?

II.  METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah nomotetik, yang dilengkapi dengan perhitungan statistik. Penyusunan model (keruangan) dilakukan dengan bantuan teknik overlay melalui penerapan teknologi SIG dan PJ (lihat Rahardjo 1996; Rahardjo dkk. 2002).

Citra optik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Ikonos untuk mengetahui penggunaan tanah sekitar situ. Agar citra optik dapat digunakan sebagai sumber untuk pembuatan penggunaan tanah kota dan identifikasi luas wilayah terbangun di kawasan situ, terlebih dahulu harus dikoreksi, radiometrik dan geometriknya (lihat Saraswati 1999; 1998). Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan Perangkat lunak pengolah citra yang dikenal dengan nama PCI EASI/PACE versi 6.2. Setelah dilakukan koreksi, citra kemudian diberi berbagai macam filter untuk mempertajam kenampakan visual yang ada. Langkah selanjutnya adalah klasifikasi citra dengan metode klasifikasi kemungkinan maksimum (maximum likelihood) dengan pemilihan sampel berdasarkan kenyataan di lapang (Lillesand & Kiefer 1994). Pada proses registrasi ini citra optik dikoreksi terhadap peta Rupa Bumi sekala 1 : 50.000.

Selanjutnya untuk mengetahui fungsi situ dari segi ekonomi, digunakan model analisis regresi linier berganda yang akan disusun dengan perangkat SPSS (Statistical Product and Service Solution) dengan metode backward (Saniosa 1999).

Model persamaannya sebagai berikut :
y = a + bixi + b2X2 + b3X3 + b4X4 + bsxs + (lihat Gambar 2)

Lokasi penelitian mengambil kasus di Kecamatan   Cimanggis dan Sawangan. Di Kecamatan   Cimanggis Situ yang dijadikan kasus adalah Situ   Jatijajar, Rawakalong dan Pedongkelan,   sedangkan di Kecamatan Sawangan yakni Situ Bojongsari/Sawangan.

J (S) ^ü
Gambar 2. Model Penelitian Tahun Pertama

y = Penghasilan penduduk yang memanfaatkan situ untuk perikanan (Rp/bulan)
Xi = Jarak situ dari permukiman pengembang terdekat (meter)
X2 = Jarak situ dari permukiman swadaya terdekat (meter)
X3 = Jarak situ dari pasar (meter)
X4 = Jarak situ dari pusat perbelanjaan (meter)
X5 = Jarak situ dari tempat pembuangan limbah domestik sementara /TPS (meter)
X6 = Jarak situ ke pabrik terdekat
X7 = Luas bangunan pada permukiman di kawasan situ (meter persegi)
X8 = Luas pemilikan tanah penduduk di kawasan situ (meter persegi)
X9 = Jumlah anggota keluarga berusia di atas 17 tahun dari penduduk di kawasan situ

Untuk mengetahui x7, xa, X9 dilakukan survey pada   rumah yang terdapat di kawasan situ. Data selain itu diperoleh dari citra.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. 1. Situ Rawakalong

Situ Rawakalong terletak di Kelurahan Curug,   Kecamatan Cimanggis. Situ ini masih dalam   kondisi baik, airnya jernih, luas asalnya 11.21 ha.   Situ ini tidak pernah kering, kedalamannya berkisar   antara satu sampai tiga meter, sebagian tebingnya   sudah dibeton (Pemerintah Kota Depok 2000). Luas situ sekarang hanya tinggal 8.843 ha.

Dari hasil overlay antara potensi wilayah fisik   dengan penggunaan tanah kota maka Kelurahan   Curug termasuk kedalam kelurahan yang   mempunyai potensi untuk penoembangan   permukiman dan industri (lihat Rahardjo dkk.  2002). Oleh karena itu keberadaan situ di   kelurahan ini perlu mendapat perhatian   pemerintah, agar jangan beralih fungsi seperti situ   yang lain. Guna memantau perluasan permukiman   di sekitar situ dapat digunakan hasil penelitian   Saraswati (2002) yaitu rata-rata pertambahan luas   wilayah terbangunnya sebesar 54,4 m, kemudian   dikalikan dengan luas wilayah permukiman yang diperoleh dari citra.

Penggunaan tanah di sekitar situ Rawakalong   yang diperoleh dari hasil interpretasi citra Ikonos   yaitu seperti ditunjukkan pada Tabel 1.   Penggunaan tanah terbesar digunakan untuk   permukiman, industri dan tanah kosong. Tanah   kosong ini adalah tanah milik pengusaha industri   yang belum digunakan dan untuk sementara   ditanami penduduk untuk tanaman sayur. Tabel 1   memperlihatkan komposisi penggunaan tanah di sekitar situ.

Tabel 1. Penggunaan Tanah di sekitar Situ
Rawakalong Tahun 2002
Jenis
Pengguaan Tanah
Luas
(ha)
Persentase
(%)
Situ
8.843
33.45
Industri
5.680
21.46
Permukiman
9.474
35.84
Tanah kosong
2.447
9.25
Jumlah
26.444
100
Sumber : dira Ikonos, 2002

Pada Gambar 3 dapat dilihat industri terletak di   sebelah barat dan timur laut sedangkan   permukiman terletak di sebelah utara dan timur   dari situ Rawakalong. Dari citra Ikonos ini juga dapat dilihat keramba apung milik penduduk.

Dari survey lapang, jenis industri di sekitar Situ
Rawakalong adalah industri sabun, rumah lampu,
plastik, minuman ringan dan pakaian jadi. Di
sebelah utara situ terdapat tempat pembuangan
sampah. Penduduk yang tinggal di sekitar situ
membuang sampahnya ke tempat itu. Apabila
pemerintah membiarkan tempat pembuangan
sampah itu maka bukan tidak mungkin akan
menambah tekanan pada situ yang akan berakibat
pada penyempitan situ.

Penduduk yang mengusahakan keramba apung   mendapatkan hasil lebih banyak daripada   berusaha di bidang lain (buruh bangunan, ojek,   warung dan pekerja pabrik). Selain itu penduduk   juga memanfaatkan situ untuk tempat   pemancingan. Jika udara cerah dapat diperoleh   lima kilogram ikan, hasilnya untuk konsumsi   sendiri. Sepanjang situ ada pula penduduk yang mengontrakkan rumahnya, bagi pekerja industri di   daerah sekitar. Biaya kontrak rumah berkisar   antara Rp. 150.000,- sampai Rp. 200.000,- per bulan.

Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan   menggunakan SPSS dengan metode backward   dihasilkan empat model. Dari model keempat   diperoleh angka R2 yang disesuaikan sebesar 0,47.   Hal ini berarti 47 % penghasilan penduduk di   sekitar situ bisa dijelaskan oleh variabel jarak situ   ke pusat perbelanjaan, luas tanah asal, jarak situ   dari tempat tinggalnya, jarak situ ke permukiman   pengembang terdekat dan luas bangunan asal.   Sedangkan 53 % dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya.

Persamaan regresi linier berganda dengan
a 5 % sebagai berikut :
Y = 455521,4 + 270,863 x2 – 79,881 Xi – 72,190 x<
-51,578X8 + 420,162X7
(1,874) (1,711) (-2,623) (-1,584) (-
1,759) (2,562)

Rata-rata penghasilan penduduk di sekitar situ   Rawakalong sebesar Rp.48.333,-, jarak   permukiman ke situ rata-rata sejauh 20,837 meter,   jarak rata-rata ke permukiman pengembang   terdekat yaitu 804,39 meter, jarak rata-rata ke   pasar yaitu 3.646,52 meter, jarak rata-rata ke pusat   perbelanjaan sejauh 5.144,73 meter serta jarak   rata-rata ke pabrik terdekat sejauh 5,18 meter, luas   tanah asal rata-rata 99,67 meter persegi serta luas   bangunan asal sebesar 66,55 meter persegi dan   jumlah anggota keluarga yang berusia di atas 17   tahun sebanyak tiga orang, dengan jumlah sampel sebanyak 33 orang.

III.2. Situ Pedongkelan

Situ Pedongkelan terletak di Kelurahan Tugu,   Kecamatan Cimanggis, situ ini juga merupakan   perbatasan dengan DKI Jakarta. Situ ini masih   dalam kondisi baik, air cukup jernih, berwarna   hijau, luas asalnya 8,4 ha. sekarang tinggal 6,25   ha. Kedalaman du3 sampai empat meter, tidak   pernah kering, sebagian temboknya sudah di   beton, terdapat tambak ikan, terdapat pintu air   pembagi irigasi (Pemerintah Kota Depok, 2000) Saat ini luas situ tinggal 5,513 ha.

Dari hasil overlay antara potensi wilayah fisik   dengan penggunaan tanah kota maka Kelurahan   Tugu termasuk kedalam kelurahan yang   mempunyai potensi untuk pengembangan   permukiman yang dekat dengan pusat pelayanan   (lihat Rahardjo dkk 2002). Oleh karena itu   keberadaan situ di kelurahan ini perlu mendapat   perhatian pemerintah, agar jangan beralih fungsi seperti situ yang lain.

Penggunaan tanah di sekitar situ Pedongkelan   digunakan untuk permukiman, industri dan kebun   campuran. Tabel 2 memperlihatkan komposisi   penggunaan tanah di sekitar situ. Penggunaan   tanah terbesar digunakan untuk permukiman (40,135%) dan industri sebesar 20,501 %.

Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa industri   terletak di sebelah timur situ. Industri itu   berbatasan langsung dengan situ. Bila   dibandingkan dengan peta Penggunaan Tanah   yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Depok   2002, bentuk situ dengan yang diperoleh dari citra   Ikonos sudah mengalami perubahan. Ujung   selatan situ sudah berubah fungsi, menjadi tempat   pembuangan sampah penduduk di sekitar situ.   Dari survey lapang industri yang berbatasan   langsung dengan situ adalah National Gobel dan   YKK. Di sekitar situ ada tempat pembuangan   sampah dengan luas berkisar antara 100 m2   dengan bentuk yang memanjang tanpa tembok   permanen. Warga di sekitar situ membuang   sampahnya ke tempat itu. Dekat dengan tempat   pembuangan sampah itu terdapat pintu air. Pemilik   keramba di sekitar situ Pedongkelan ada 20 orang,   Jika musim hujan tiba, ikan banyak yang mati   karena airnya sudah tercemar sampah. Pekerjaan   penduduk juga bervariasi yaitu ada yang buruh   bangunan, ojek, pekerja pabrik warung, petani dan   usaha ikan serta pegawai negeri. Petani di sekitar   situ Pedongkelan biasanya memanfaatkan tanah   industri yang belum dibangun. Tanamannya adalah   sayur dan buah. Dulunya tanah itu adalah sawah,   sekarang tidak cocok lagi untuk ditanami padi   karena air situ sudah tercemar. Saat ini juga air   situ pada musim kemarau berakibat buruk untuk   tanaman sayur-sayuran. Selain itu juga banyak   ditemui penduduk yang tidak mendiami rumahnya sendiri (pengontrak).

Tabel 2. Penggunaan Tanah di sekitar Situ
Pedongkelan Tahun 2002
Jenis
Penggunaan Tanah
Luas
(ha)
Persentase
(%)
Situ
5.153
29.015
Industri
3,641
20.501
Permukiman
7,128
40,135
Kebun campuran
1,838
10,349Page 5

Jurnal Geografi/05/Januari/2003/38-48
Total 17,760 100
Sumber: CitraIkonos, 2002

Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan   menggunakan SPSS dengan metode backward   dihasilkan delapan model. Dari model kedelapan   diperoleh angka R2 yang disesuaikan sebesar 0,43.   Hal ini berarti 43 % penghasilan penduduk di   sekitar situ dapat dijelaskan oleh variabel luas   tanah asal, dan jarak situ ke industri terdekat.   Sedangkan 57 % dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya.

Persamaan regresi linier berganda dengan a 5 % sebagai berikut :

Y = 37840,555 + 152,097 xe + 17,475 Xa (8,637) (3,870) (4,023)

Rata-rata penghasilan penduduk di sekitar situ   Pedongkelan sebesar Rp.50.833,-, jarak   permukiman ke situ rata-rata sejauh 27,59 meter,    jarak rata-rata ke permukiman pengembang   terdekat yaitu 1.523,75 meter, jarak rata-rata ke   pasar yaitu 808,75 meter, jarak ke pusat   perbelanjaan terdekat sejauh 4.767,5 meter, jarak   rata-rata ke pabrik terdekat sejauh 52,08 meter,   luas tanah asal rata-rata 290,19 meter persegi   serta luas bangunan asal sebesar 59,31 meter   persegi dan jumlah anggota keluarga yang berusia   di atas 17 tahun sebanyak tiga orang, sedangkan   jarak rata-rata ke TPS sejauh 10,69 meter dengan jumlah sampel sebanyak 36 orang.

III.3. Situ Jatijajar

Situ ini terletak di Kelurahan Jatijajar, Kecamatan   Cimanggis. Kondisi baik, air jernih, luas asalnya 10   ha, kedalaman satu sampai empat meter, tidak   pernah kering, sebagian tebingnya sudah di beton   terdapat tambak ikan dan untuk pemancingan   (Pemerintah Kota Depok, 2000). Luas situ saat ini hanya tinggal 4,806 ha.

Dari hasil overlay antara potensi wilayah fisik   dengan penggunaan tanah kota maka Kelurahan   Jatijajar termasuk kedalam kelurahan yang   mempunyai potensi untuk pengembangan   permukiman yang dekat dengan pusat pelayanan (lihat Rahardjo dkk. 2002).

Penggunaan tanah di sekitar situ Jatijajar   digunakan untuk permukiman, sawah dan tegalan.   Penggunaan tanah sawah mempunyai persentase   terbesar (34,841 %). Tabel 3, memperlihatkan   komposisi penggunaan tanah di sekitar situ.   Pada Gambar 5 dapat dilihat keramba apung   tersebar di sebelah utara dan timur situ Jatijajar.   Permukiman terletak di utara sedangkan bagian   selatan berupa tegalan dan sawah. Jika diamati   bagian selatan situ Jatijajar sudah beralih fungsi.   Jadi luas situpun sudah semakin sempit. Jika   dibandingkan dengan Peta Penggunaan Tanah   Kota Depok Tahun 2002, bagian situ sebelah timur   masih lebih panjang sedangkan pada citra sudah   berubah fungsi, begitu juga dengan sisi sebelah baratnya juga semakin pendek.

Dari hasil survey, sebelah timur situ digunakan   untuk tempat pemancingan sementara itu keramba   terletak di sisi yang satunya. Di atas keramba   didirikan saung sebagai rumah makan. Saung-   saung itu berdiri sekitar tahun 2000. Saung-saung   ini bila dibiarkan akan menjadi salah satu sebab   berkurangnya luas dan beralihnya fungsi situ.   Pabrik yang terletak di sebelah timur laut adalah   pabrik air minum kemasan dan pabrik gula. Oleh   karena itu keberadaan situ di kelurahan ini perlu   mendapat perhatian pemerintah, agar jangan beralih fungsi seperti situ yang lain.

Tabel 3. Penggunaan Tanah di sekitar Situ Jatijajar
Tahun 2002
Jenis
Penqqunaan Tanah
Luas
(ha)
Persentase
<%)
Situ
4,606
23,179
Sawah
7,224
34,841
Permukiman
4,954
23.893
Tegalan
3.75
18,087
Jumlah
20,734
100
Sumber : Otra Ikonos, 2002

Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan   menggunakan SPSS dengan metode backward   dihasilkan enam model. Dari model keenam   diperoleh angka R2yang disesuaikan sebesar 0,46.   Hal ini berarti 46 % penghasilan penduduk di   sekitar situ bisa dijelaskan oleh variabel jarak   pasar terdekat, luas bangunan asal dan jumlah   anggota keluarga yang berusia di atas 17 tahun.   Sedangkan 54 % dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya.

Rata-rata penghasilan penduduk di sekitar situ   Pedongkelan sebesar Rp.55.568,-, jarak   permukiman ke situ rata-rata sejauh 55,34 meter,   jarak* rata-rata ke permukiman pengembang   terdekat yaitu 829,55 meter, jarak rata-rata ke   pasar yaitu 1.896,48 meter, jarak ke pusat   perbelanjaan terdekat sejauh 5.200,23 meter, jarak   rata-rata ke pabrik terdekat sejauh 155 meter, luas   tanah asal rata-rata 92,77 meter persegi serta luas   bangunan asal sebesar 67,36 meter persegi dan   jumlah anggota keluarga yang berusia di atas 17   tahun sebanyak tiga orang, dengan jumlah sampel sebanyak 44 orang.

Persamaan regresi linier berganda dengan a 5 %
sebagai berikut :
Y = – 73662,8 + 60,407 x3 – 320,178 x7 +
10156,018X9
-2,327) (3,696) (-2,594) (5,431)

III.4. Situ Sawangan

Situ ini terletak di Kelurahan Sawangan,   Kecamatan Sawangan. Situ ini masih dalam   kondisi baik, air jernih, tak pernah kering, sebagian   tebingnya sudah di beton. Kedalaman tiga sampai   empat meter, sebagian untuk tambak ikan,   ditumbuhi ganggang. Luas 28,25 ha (Pemerintah Kota Depok, 2000).

Dari hasil overlay antara potensi wilayah fisik   dengan penggunaan tanah kota maka Kelurahan   Sawangan termasuk kedalam kelurahan yang   mempunyai potensi untuk pengembangan usaha   pertanian (lihat Rahardjo dkk. 2002). Oleh karena   itu keberadaan situ di kelurahan ini perlu mendapat   perhatian pemerintah, agar jangan beralih fungsi seperti situ yang lain.

Penggunaan tanah di sekitar situ Sawangan   digunakan untuk permukiman, kebun campuran   dan tanah kosong serta sawah. Penggunaan   tanah terbesar di sekitar situ Sawangan digunakan untuk kebun campuran. Lihat Tabel 4.

Tabel 4. Penggunaan Tanah di sekitar Situ
Sawangan, 2002
Jenis
Penqqunaan Tanah
Luas
.. (ha)
Persentase
(%)
Situ
! 19,660
24,617
Permukiman
14,038
17,577
Kebun campuran
19,249
24,102
Tanah kosong
16,961
21,237
Sawah
9,956
12,467
Jumlah
79,864
100
Sumber : Citra Ikonos. 2002

Pada Gambar 6 dapat dilihat tanah kosong   digunakan untuk lapangan golf yaitu di sebelah   timur situ Sawangan. Letak keramba di sebelah   utara. Sawah terletak di sebelah selatan,   sedangkan permukiman terletak di sebelah utara dan barat.

Dari hasil survey, diketahui bahwa untuk masuk ke   kawasan situ Sawangan, pengunjung harus   membayar retribusi yang besarnya Rp. 500,- per   orang, sedangkan untuk mobil dikenakan   Rp.2.000,- per mobil pada hari kerja dan pada hari   Minggu menjadi Rp.3000,-. Pada hari kerja   pengunjung berkisar antara 30 orang sedangkan   pada hari libur pengunjung lebih kurang 500 orang.   Di kawasan Situ Sawangan ini seringkah diadakan    panggung hiburan. Petugas kebersihan dari   kelurahan dan warga sekitar situ setiap hari Sabtu   atau Minggu selalu membersihkan sampah yang   ada di Situ Sawangan. Di sekitar situ juga terdapat   warung yang dikenakan retribusi antara   Rp.10.000,- – Rp.20.000,- per minggu. Penduduk   sekitar banyak yang bekerja sebagai penjaga vila.   Pekerjaan lain penduduk sekitar Situ Sawangan   adalah buruh bangunan, pekerja pabrik, warung   dan keramba ikan. Penduduk yang mengusahakan   keramba ikan umumnya menggunakan sistem   ambal yaitu di atas untuk ikan mas sedangkan di   bawahnya ikan nila atau mujair, jadi kotoran ikan   mas dimakan oleh ikan nila atau mujair. Jika   musim hujan penduduk yang mengusahakan ikan mas kadang merugi.

Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan   menggunakan SPSS dengan metode backward   dihasilkan enam model. Dari model keenam   diperoleh angka R2yang disesuaikan sebesar 0,32.   Hal ini berarti 32 % penghasilan penduduk di   sekitar situ bisa dijelaskan oleh variabel jarak   pasar terdekat, jarak permukiman pengembang   terdekat dan jumlah anggota keluarga yang   berusia di atas 17 tahun. Sedangkan 68 % dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya.

Persamaan regresi linier berganda dengan a 10 % sebagai berikut :

Y = 260988,4 -113,005 Xi – 72,156 x¿ + 11425 x9 (2,542) (-2,863) (-1,590) (2,148)

Rata-rata penghasilan penduduk di sekitar situ   Sawangan sebesar Rp.56.250(-, jarak permukiman   ke situ rata-rata sejauh 10,75 meter, jarak rata-rata   ke permukiman pengembang terdekat yaitu 775,25   meter, jarak rata-rata ke pasar yaitu 2.082,50   meter, jarak ke pusat perbelanjaan terdekat sejauh   6.469 meter, jarak rata-rata ke pabrik terdekat   sejauh 2.509,25 meter, luas tanah asal rata-rata   249,75 meter persegi serta luas bangunan asal   sebesar 233,75 meter persegi dan jumlah anggota   keluarga yang berusia di atas 17 tahun sebanyak   dua orang, dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang.

Dari uraian di atas dapat diperoleh hasil bahwa   fungsi ekonomi situ akan relative lebih tinggi pada   daerah yang terletak jauh dari industri. Oleh karena   itu wilayah situ yang dapat dikonservasi adalah   Situ Sawangan dan Jatijajar dengan pertimbangan   bahwa di sekitar situ belum terdapat industri, jadi seharusnya lebih mudah untuk dipantau.

IV. KESIMPULAN

Situ yang ada di Kota Depok umumnya sudah   beralih fungsi, jika pemerintah tidak berupaya   untuk melakukan pengelolaan, bukan tidak   mungkin situ yang ada lama kelamaan akan hilang.   Situ yang masih dapat dikonservasi adalah Situ   Sawangan dan Jatijajar, sedangkan Situ   Rawakalong dan Pedongkelan sudah berbatasan dengan industri dan terdapat TPS.

Pemantauan wilayah terbangun di kawasan situ   dapat dilakukan dengan menggunakan peta yang ada dan diperbaharui dengan citra optik.

V. DAFTAR PUSTAKA

Lillesand, T.M & R.W.Kiefer 1994. Remote sensing   and image interpretation, 3rd ed. John Wiley & Sons, Inc.N.Y.USA

Pemerintah Kota Depok 2000. Rencana tata ruang   wilayah Kota Depok tahun 2000 – 2010 .   Laporan kompilasi data. Pemerintah Kota Depok, Depok

Rahardjo, S. 1996. Kumpulan makalah pelatihan :   sistem informasi geografis. Jurusan Geografi FMIPA UI, PPGT, dan FKG, Depok

Rahardjo, S,R. Saraswati & LAnita 2002. Struktur   Ruang Kota Depok. Jurnal Geografi 03   Saraswati, R. 1999. Mapping mangrove forest by   using Radarsat imageries. 19m international Cartographic Conference Proceedings,
Canada

Saraswati, R & S. Rahardjo 1998. Inventory of   mangroves by using Radarsat imageries.   Application Development Research   Opportunity (ADRO) Final Workshop Proceeding, Montreal, Canada

Saraswati, R. 2002. Perbedaan perluasan daerah   tutupan pada wilayah permukiman di   Kotamdya Depok; Makara, Sains, Vol 6 LPUI

Seik, F.T. 2000. Subjective assessment of urban   quality of life in Singapore (1997 – 1998); Habitat Internasional 24

Santosa, S. 1999. Mengolah data statistik secara profesional. PT Elex Media Komputindo, Jakarta

Gambar 3. Kenampakan situ Rawakalong dari Citra Ikonos, 2002

Gambar 4. Situ Pedongkelan dari Citra Ikonos 2002

Gambar 5. Situ Jatijajar dari Citra Ikonos 2002

Gambar 6. Situ Sawangan dari Citra Ikonos 2002

Leave a comment