R. Saraswati, dkk
PEMANFAATAN CITRA UNTUK PEMANTAUAN WILAYAH TERBANGUNKAWASAN SITU SERTA PENGARUHNYA TERHADAP FUNGSI SITU DI DEPOK
R. Saraswati. C. Bahaudin. F. Sitanala, D. Sukanta, S. Haiyoto
Departemen Geografi FMIPA UI
Jurnal Geografi/05/Januari/2003/38-48
Sumber: http://74.125.153.132/:staff.ui.ac.id/
Abstrak
Situ merupakan sumber daya alam (SDA) yang dapat menjadi daerah penampungan air untuk menyangga kelangsungan dinamika kehidupan. Fungsi lain yaitu fungsi ekonomi, situ digunakan untuk usaha perikanan berupa pembuatan keramba apung oleh penduduk. Di Kota Depok situ jumlahnya semakin berkurang tadinya ada 26 sekarang tinggal 19 dan tujuh situ sudah beralih fungsi.
Perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk memberi tekanan pada situ, terutama situ yang terletak dekat dengan daerah industri Semakin jauh dengan daerah industri, fungsi ekonomi situ semakin baik
Abstrak
The small lake is a natural resource, which is the ecological function is to become a recharge area to support the continuity of life dynamics. Another function is economic function; it is use to fisheries. In Depok area the small lake become more and more decrease its amount, which is at first is 26, and now there is still 19 and seven small lakes have change in function.
The population growth and the development of the city have given a pressure to the existence of the small lake especially which is location is near by the industrial region Meanwhile more and more far the small lake from the industrial region, the condition is progressively goodness.
I. PENDAHULUAN
Situ merupakan sumber daya alam (SDA) yang dapat menjadi daerah penampungan air untuk menyangga kelangsungan dinamika kehidupan. Situ juga mempunyai berbagai fungsi seperti fungsi ekologi, fungsi ekonomi dan fungsi sosial. Dari segi ekologi situ berfungsi sebagai tempat penampungan massa air terutama pada saat curah hujan tinggi, sehingga situ berperan sebagai pengendali banjir. Fungsi ekonomi situ antara lain, dipergunakannya situ untuk usaha perikanan berupa pembuatan keramba apung oleh penduduk, serta untuk perhubungan yaitu menghubungkan antara satu tempat dengan tempat lain dengan biaya murah. Sedangkan dari segi fungsi sosial, situ dapat dijadikan sarana untuk rekreasi.
Situ di Kota Depok berjumlah 26 buah dengan rincian 19 situ masih ada dan tujuh situ sudah tidak ada atau berubah fungsi. Situ yang masih ada yaitu Situ Sawangan/Bojongsari, Pulo, Citayam, Rawa Besar, Pladen, Pondok Cina, Pondok Cina Kukusan, Cilodong, Bahar/Sidomukti, Baru/Kemang, Kostrad, Pedongkelan, Gadog, Tipar/Cicadas, Rawakalong, Jatijajar, Cilangkap, Gembung Baru dan Gede. Sedangkan situ yang sudah tidak ada atau berubah fungsi adalah Situ Pengasinan, Pasir Putih, Krukut, Pitara, Lembah Gurame, Pangarengan dan Patinggi (Pemerintah Kota Depok 2000).
Depok yang 300 tahun lalu berupa desa, sampai dengan tahun 1982 masih merupakan kota kecil Ketika itu antara tahun 1982-1987 rata-rata pertumbuhan penduduk Depok (kota administratif) hampir empat persen per tahun. Pertumbuhan penduduk menjadi lebih tinggi yaitu 6,3 persen per tahun sejak tahun 1987, ketika Kampus Universitas Indonesia di Depok digunakan hingga sekarang. Gejala itu diikuti juga oleh perluasan wilayah terbangun termasuk yang merambah ke kawasan situ. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) disebutkan bahwa luas wilayah permukiman pada tahun 1998 adalah 5.881,86 ha atau 29,37 persen dari luas kota, dan pada tahun 2010 dicadangkan seluas 39,40 persen atau 7.891,09 ha, untuk menampung penduduk 1.675.213 jiwa (Pemerintah Kota Depok 2000). Persentase penyediaan ruang untuk wilayah tutupan seluas yang direncanakan RTRW yakni 48,60 persen untuk permukiman, industri, perdagangan dan jasa telah mendekati luas wilayah tutupan di Singapura yaitu 49,7 persen untuk menampung penduduk tahun 1997 yang berjumlah 3.100.000 jiwa (Seik 2000 : 32).
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota seperti dijelaskan di atas tentunya mengakibatkan tekanan yang semakin besar terhadap keberadaan situ-situ terutama yang berlokasi dekat pusat kegiatan dan juga permukiman, lihat Gambar 1. Akibat lain dari perluasan wilayah terbangun akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan dalam 10 sampai 25 tahun mendatang (Rahardjo dkk. 2002). Hal ini tentunya tidak sesuai dengan jiwa Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Bogor Puncak Cianjur (Keppres 114/1999), yang mengharapkan wilayah Bogor, Puncak, Cianjur, termasuk Depok (terutama Kecamatan Cimanggis, Limo dan Sawangan) sebagai wilayah resapan.
Tekanan
Damp3k
Pemantauan
Kawasan situ yang digunakan untuk aktivitas penduduk
Gambar 1. Model Dasar Hubungan Komponen
Sosial-Ekonomi Dan Situ (SDA)
(Periksa http://www.iff.ac.at/socec)
Untuk itu perlu dilakukan penelitian perluasan wilayah terbangun di kawasan situ sehingga tidak terjadi penurunan fungsi situ, khususnya fungsi ekonomi. Metode yang akan dikembangkan adalah metode yang dapat dengan cepat dan tepat digunakan untuk memantau perluasan wilayah terbangun di kawasan situ. Metode itu dapat dikembangkan dari penerapan pemaduan teknologi Sistem Informasi Geografik (SIG) dan Penginderaan Jauh (PJ) yang memanfaatkan citra. Berkenaan dengan pemikiran itu maka pertanyaan penelitian yang akan ditelaah adalah
- Di mana wilayah yang dapat dikonservasi agar fungsi ekonomi situ dapat berkelanjutan ?
- Bagaimana memantau perluasan wilayah terbangun di kawasan situ yang berpengaruh pada fungsi ekonomi situ ?
II. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah nomotetik, yang dilengkapi dengan perhitungan statistik. Penyusunan model (keruangan) dilakukan dengan bantuan teknik overlay melalui penerapan teknologi SIG dan PJ (lihat Rahardjo 1996; Rahardjo dkk. 2002).
Citra optik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Ikonos untuk mengetahui penggunaan tanah sekitar situ. Agar citra optik dapat digunakan sebagai sumber untuk pembuatan penggunaan tanah kota dan identifikasi luas wilayah terbangun di kawasan situ, terlebih dahulu harus dikoreksi, radiometrik dan geometriknya (lihat Saraswati 1999; 1998). Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan Perangkat lunak pengolah citra yang dikenal dengan nama PCI EASI/PACE versi 6.2. Setelah dilakukan koreksi, citra kemudian diberi berbagai macam filter untuk mempertajam kenampakan visual yang ada. Langkah selanjutnya adalah klasifikasi citra dengan metode klasifikasi kemungkinan maksimum (maximum likelihood) dengan pemilihan sampel berdasarkan kenyataan di lapang (Lillesand & Kiefer 1994). Pada proses registrasi ini citra optik dikoreksi terhadap peta Rupa Bumi sekala 1 : 50.000.
Selanjutnya untuk mengetahui fungsi situ dari segi ekonomi, digunakan model analisis regresi linier berganda yang akan disusun dengan perangkat SPSS (Statistical Product and Service Solution) dengan metode backward (Saniosa 1999).
Model persamaannya sebagai berikut :
y = a + bixi + b2X2 + b3X3 + b4X4 + bsxs + (lihat Gambar 2)
Lokasi penelitian mengambil kasus di Kecamatan Cimanggis dan Sawangan. Di Kecamatan Cimanggis Situ yang dijadikan kasus adalah Situ Jatijajar, Rawakalong dan Pedongkelan, sedangkan di Kecamatan Sawangan yakni Situ Bojongsari/Sawangan.
J (S) ^ü
Gambar 2. Model Penelitian Tahun Pertama
y = Penghasilan penduduk yang memanfaatkan situ untuk perikanan (Rp/bulan)
Xi = Jarak situ dari permukiman pengembang terdekat (meter)
X2 = Jarak situ dari permukiman swadaya terdekat (meter)
X3 = Jarak situ dari pasar (meter)
X4 = Jarak situ dari pusat perbelanjaan (meter)
X5 = Jarak situ dari tempat pembuangan limbah domestik sementara /TPS (meter)
X6 = Jarak situ ke pabrik terdekat
X7 = Luas bangunan pada permukiman di kawasan situ (meter persegi)
X8 = Luas pemilikan tanah penduduk di kawasan situ (meter persegi)
X9 = Jumlah anggota keluarga berusia di atas 17 tahun dari penduduk di kawasan situ
Untuk mengetahui x7, xa, X9 dilakukan survey pada rumah yang terdapat di kawasan situ. Data selain itu diperoleh dari citra.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. 1. Situ Rawakalong
Situ Rawakalong terletak di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis. Situ ini masih dalam kondisi baik, airnya jernih, luas asalnya 11.21 ha. Situ ini tidak pernah kering, kedalamannya berkisar antara satu sampai tiga meter, sebagian tebingnya sudah dibeton (Pemerintah Kota Depok 2000). Luas situ sekarang hanya tinggal 8.843 ha.
Dari hasil overlay antara potensi wilayah fisik dengan penggunaan tanah kota maka Kelurahan Curug termasuk kedalam kelurahan yang mempunyai potensi untuk penoembangan permukiman dan industri (lihat Rahardjo dkk. 2002). Oleh karena itu keberadaan situ di kelurahan ini perlu mendapat perhatian pemerintah, agar jangan beralih fungsi seperti situ yang lain. Guna memantau perluasan permukiman di sekitar situ dapat digunakan hasil penelitian Saraswati (2002) yaitu rata-rata pertambahan luas wilayah terbangunnya sebesar 54,4 m, kemudian dikalikan dengan luas wilayah permukiman yang diperoleh dari citra.
Penggunaan tanah di sekitar situ Rawakalong yang diperoleh dari hasil interpretasi citra Ikonos yaitu seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Penggunaan tanah terbesar digunakan untuk permukiman, industri dan tanah kosong. Tanah kosong ini adalah tanah milik pengusaha industri yang belum digunakan dan untuk sementara ditanami penduduk untuk tanaman sayur. Tabel 1 memperlihatkan komposisi penggunaan tanah di sekitar situ.
Tabel 1. Penggunaan Tanah di sekitar Situ
Rawakalong Tahun 2002
Jenis
Pengguaan Tanah
Luas
(ha)
Persentase
(%)
Situ
8.843
33.45
Industri
5.680
21.46
Permukiman
9.474
35.84
Tanah kosong
2.447
9.25
Jumlah
26.444
100
Sumber : dira Ikonos, 2002
Pada Gambar 3 dapat dilihat industri terletak di sebelah barat dan timur laut sedangkan permukiman terletak di sebelah utara dan timur dari situ Rawakalong. Dari citra Ikonos ini juga dapat dilihat keramba apung milik penduduk.
Dari survey lapang, jenis industri di sekitar Situ
Rawakalong adalah industri sabun, rumah lampu,
plastik, minuman ringan dan pakaian jadi. Di
sebelah utara situ terdapat tempat pembuangan
sampah. Penduduk yang tinggal di sekitar situ
membuang sampahnya ke tempat itu. Apabila
pemerintah membiarkan tempat pembuangan
sampah itu maka bukan tidak mungkin akan
menambah tekanan pada situ yang akan berakibat
pada penyempitan situ.
Penduduk yang mengusahakan keramba apung mendapatkan hasil lebih banyak daripada berusaha di bidang lain (buruh bangunan, ojek, warung dan pekerja pabrik). Selain itu penduduk juga memanfaatkan situ untuk tempat pemancingan. Jika udara cerah dapat diperoleh lima kilogram ikan, hasilnya untuk konsumsi sendiri. Sepanjang situ ada pula penduduk yang mengontrakkan rumahnya, bagi pekerja industri di daerah sekitar. Biaya kontrak rumah berkisar antara Rp. 150.000,- sampai Rp. 200.000,- per bulan.
Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS dengan metode backward dihasilkan empat model. Dari model keempat diperoleh angka R2 yang disesuaikan sebesar 0,47. Hal ini berarti 47 % penghasilan penduduk di sekitar situ bisa dijelaskan oleh variabel jarak situ ke pusat perbelanjaan, luas tanah asal, jarak situ dari tempat tinggalnya, jarak situ ke permukiman pengembang terdekat dan luas bangunan asal. Sedangkan 53 % dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya.
Persamaan regresi linier berganda dengan
a 5 % sebagai berikut :
Y = 455521,4 + 270,863 x2 – 79,881 Xi – 72,190 x<
-51,578X8 + 420,162X7
(1,874) (1,711) (-2,623) (-1,584) (-
1,759) (2,562)
Rata-rata penghasilan penduduk di sekitar situ Rawakalong sebesar Rp.48.333,-, jarak permukiman ke situ rata-rata sejauh 20,837 meter, jarak rata-rata ke permukiman pengembang terdekat yaitu 804,39 meter, jarak rata-rata ke pasar yaitu 3.646,52 meter, jarak rata-rata ke pusat perbelanjaan sejauh 5.144,73 meter serta jarak rata-rata ke pabrik terdekat sejauh 5,18 meter, luas tanah asal rata-rata 99,67 meter persegi serta luas bangunan asal sebesar 66,55 meter persegi dan jumlah anggota keluarga yang berusia di atas 17 tahun sebanyak tiga orang, dengan jumlah sampel sebanyak 33 orang.
III.2. Situ Pedongkelan
Situ Pedongkelan terletak di Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, situ ini juga merupakan perbatasan dengan DKI Jakarta. Situ ini masih dalam kondisi baik, air cukup jernih, berwarna hijau, luas asalnya 8,4 ha. sekarang tinggal 6,25 ha. Kedalaman du3 sampai empat meter, tidak pernah kering, sebagian temboknya sudah di beton, terdapat tambak ikan, terdapat pintu air pembagi irigasi (Pemerintah Kota Depok, 2000) Saat ini luas situ tinggal 5,513 ha.
Dari hasil overlay antara potensi wilayah fisik dengan penggunaan tanah kota maka Kelurahan Tugu termasuk kedalam kelurahan yang mempunyai potensi untuk pengembangan permukiman yang dekat dengan pusat pelayanan (lihat Rahardjo dkk 2002). Oleh karena itu keberadaan situ di kelurahan ini perlu mendapat perhatian pemerintah, agar jangan beralih fungsi seperti situ yang lain.
Penggunaan tanah di sekitar situ Pedongkelan digunakan untuk permukiman, industri dan kebun campuran. Tabel 2 memperlihatkan komposisi penggunaan tanah di sekitar situ. Penggunaan tanah terbesar digunakan untuk permukiman (40,135%) dan industri sebesar 20,501 %.
Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa industri terletak di sebelah timur situ. Industri itu berbatasan langsung dengan situ. Bila dibandingkan dengan peta Penggunaan Tanah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Depok 2002, bentuk situ dengan yang diperoleh dari citra Ikonos sudah mengalami perubahan. Ujung selatan situ sudah berubah fungsi, menjadi tempat pembuangan sampah penduduk di sekitar situ. Dari survey lapang industri yang berbatasan langsung dengan situ adalah National Gobel dan YKK. Di sekitar situ ada tempat pembuangan sampah dengan luas berkisar antara 100 m2 dengan bentuk yang memanjang tanpa tembok permanen. Warga di sekitar situ membuang sampahnya ke tempat itu. Dekat dengan tempat pembuangan sampah itu terdapat pintu air. Pemilik keramba di sekitar situ Pedongkelan ada 20 orang, Jika musim hujan tiba, ikan banyak yang mati karena airnya sudah tercemar sampah. Pekerjaan penduduk juga bervariasi yaitu ada yang buruh bangunan, ojek, pekerja pabrik warung, petani dan usaha ikan serta pegawai negeri. Petani di sekitar situ Pedongkelan biasanya memanfaatkan tanah industri yang belum dibangun. Tanamannya adalah sayur dan buah. Dulunya tanah itu adalah sawah, sekarang tidak cocok lagi untuk ditanami padi karena air situ sudah tercemar. Saat ini juga air situ pada musim kemarau berakibat buruk untuk tanaman sayur-sayuran. Selain itu juga banyak ditemui penduduk yang tidak mendiami rumahnya sendiri (pengontrak).
Tabel 2. Penggunaan Tanah di sekitar Situ
Pedongkelan Tahun 2002
Jenis
Penggunaan Tanah
Luas
(ha)
Persentase
(%)
Situ
5.153
29.015
Industri
3,641
20.501
Permukiman
7,128
40,135
Kebun campuran
1,838
10,349Page 5
Jurnal Geografi/05/Januari/2003/38-48
Total 17,760 100
Sumber: CitraIkonos, 2002
Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS dengan metode backward dihasilkan delapan model. Dari model kedelapan diperoleh angka R2 yang disesuaikan sebesar 0,43. Hal ini berarti 43 % penghasilan penduduk di sekitar situ dapat dijelaskan oleh variabel luas tanah asal, dan jarak situ ke industri terdekat. Sedangkan 57 % dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya.
Persamaan regresi linier berganda dengan a 5 % sebagai berikut :
Y = 37840,555 + 152,097 xe + 17,475 Xa (8,637) (3,870) (4,023)
Rata-rata penghasilan penduduk di sekitar situ Pedongkelan sebesar Rp.50.833,-, jarak permukiman ke situ rata-rata sejauh 27,59 meter, jarak rata-rata ke permukiman pengembang terdekat yaitu 1.523,75 meter, jarak rata-rata ke pasar yaitu 808,75 meter, jarak ke pusat perbelanjaan terdekat sejauh 4.767,5 meter, jarak rata-rata ke pabrik terdekat sejauh 52,08 meter, luas tanah asal rata-rata 290,19 meter persegi serta luas bangunan asal sebesar 59,31 meter persegi dan jumlah anggota keluarga yang berusia di atas 17 tahun sebanyak tiga orang, sedangkan jarak rata-rata ke TPS sejauh 10,69 meter dengan jumlah sampel sebanyak 36 orang.
III.3. Situ Jatijajar
Situ ini terletak di Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Cimanggis. Kondisi baik, air jernih, luas asalnya 10 ha, kedalaman satu sampai empat meter, tidak pernah kering, sebagian tebingnya sudah di beton terdapat tambak ikan dan untuk pemancingan (Pemerintah Kota Depok, 2000). Luas situ saat ini hanya tinggal 4,806 ha.
Dari hasil overlay antara potensi wilayah fisik dengan penggunaan tanah kota maka Kelurahan Jatijajar termasuk kedalam kelurahan yang mempunyai potensi untuk pengembangan permukiman yang dekat dengan pusat pelayanan (lihat Rahardjo dkk. 2002).
Penggunaan tanah di sekitar situ Jatijajar digunakan untuk permukiman, sawah dan tegalan. Penggunaan tanah sawah mempunyai persentase terbesar (34,841 %). Tabel 3, memperlihatkan komposisi penggunaan tanah di sekitar situ. Pada Gambar 5 dapat dilihat keramba apung tersebar di sebelah utara dan timur situ Jatijajar. Permukiman terletak di utara sedangkan bagian selatan berupa tegalan dan sawah. Jika diamati bagian selatan situ Jatijajar sudah beralih fungsi. Jadi luas situpun sudah semakin sempit. Jika dibandingkan dengan Peta Penggunaan Tanah Kota Depok Tahun 2002, bagian situ sebelah timur masih lebih panjang sedangkan pada citra sudah berubah fungsi, begitu juga dengan sisi sebelah baratnya juga semakin pendek.
Dari hasil survey, sebelah timur situ digunakan untuk tempat pemancingan sementara itu keramba terletak di sisi yang satunya. Di atas keramba didirikan saung sebagai rumah makan. Saung- saung itu berdiri sekitar tahun 2000. Saung-saung ini bila dibiarkan akan menjadi salah satu sebab berkurangnya luas dan beralihnya fungsi situ. Pabrik yang terletak di sebelah timur laut adalah pabrik air minum kemasan dan pabrik gula. Oleh karena itu keberadaan situ di kelurahan ini perlu mendapat perhatian pemerintah, agar jangan beralih fungsi seperti situ yang lain.
Tabel 3. Penggunaan Tanah di sekitar Situ Jatijajar
Tahun 2002
Jenis
Penqqunaan Tanah
Luas
(ha)
Persentase
<%)
Situ
4,606
23,179
Sawah
7,224
34,841
Permukiman
4,954
23.893
Tegalan
3.75
18,087
Jumlah
20,734
100
Sumber : Otra Ikonos, 2002
Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS dengan metode backward dihasilkan enam model. Dari model keenam diperoleh angka R2yang disesuaikan sebesar 0,46. Hal ini berarti 46 % penghasilan penduduk di sekitar situ bisa dijelaskan oleh variabel jarak pasar terdekat, luas bangunan asal dan jumlah anggota keluarga yang berusia di atas 17 tahun. Sedangkan 54 % dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya.
Rata-rata penghasilan penduduk di sekitar situ Pedongkelan sebesar Rp.55.568,-, jarak permukiman ke situ rata-rata sejauh 55,34 meter, jarak* rata-rata ke permukiman pengembang terdekat yaitu 829,55 meter, jarak rata-rata ke pasar yaitu 1.896,48 meter, jarak ke pusat perbelanjaan terdekat sejauh 5.200,23 meter, jarak rata-rata ke pabrik terdekat sejauh 155 meter, luas tanah asal rata-rata 92,77 meter persegi serta luas bangunan asal sebesar 67,36 meter persegi dan jumlah anggota keluarga yang berusia di atas 17 tahun sebanyak tiga orang, dengan jumlah sampel sebanyak 44 orang.
Persamaan regresi linier berganda dengan a 5 %
sebagai berikut :
Y = – 73662,8 + 60,407 x3 – 320,178 x7 +
10156,018X9
-2,327) (3,696) (-2,594) (5,431)
III.4. Situ Sawangan
Situ ini terletak di Kelurahan Sawangan, Kecamatan Sawangan. Situ ini masih dalam kondisi baik, air jernih, tak pernah kering, sebagian tebingnya sudah di beton. Kedalaman tiga sampai empat meter, sebagian untuk tambak ikan, ditumbuhi ganggang. Luas 28,25 ha (Pemerintah Kota Depok, 2000).
Dari hasil overlay antara potensi wilayah fisik dengan penggunaan tanah kota maka Kelurahan Sawangan termasuk kedalam kelurahan yang mempunyai potensi untuk pengembangan usaha pertanian (lihat Rahardjo dkk. 2002). Oleh karena itu keberadaan situ di kelurahan ini perlu mendapat perhatian pemerintah, agar jangan beralih fungsi seperti situ yang lain.
Penggunaan tanah di sekitar situ Sawangan digunakan untuk permukiman, kebun campuran dan tanah kosong serta sawah. Penggunaan tanah terbesar di sekitar situ Sawangan digunakan untuk kebun campuran. Lihat Tabel 4.
Tabel 4. Penggunaan Tanah di sekitar Situ
Sawangan, 2002
Jenis
Penqqunaan Tanah
Luas
.. (ha)
Persentase
(%)
Situ
! 19,660
24,617
Permukiman
14,038
17,577
Kebun campuran
19,249
24,102
Tanah kosong
16,961
21,237
Sawah
9,956
12,467
Jumlah
79,864
100
Sumber : Citra Ikonos. 2002
Pada Gambar 6 dapat dilihat tanah kosong digunakan untuk lapangan golf yaitu di sebelah timur situ Sawangan. Letak keramba di sebelah utara. Sawah terletak di sebelah selatan, sedangkan permukiman terletak di sebelah utara dan barat.
Dari hasil survey, diketahui bahwa untuk masuk ke kawasan situ Sawangan, pengunjung harus membayar retribusi yang besarnya Rp. 500,- per orang, sedangkan untuk mobil dikenakan Rp.2.000,- per mobil pada hari kerja dan pada hari Minggu menjadi Rp.3000,-. Pada hari kerja pengunjung berkisar antara 30 orang sedangkan pada hari libur pengunjung lebih kurang 500 orang. Di kawasan Situ Sawangan ini seringkah diadakan panggung hiburan. Petugas kebersihan dari kelurahan dan warga sekitar situ setiap hari Sabtu atau Minggu selalu membersihkan sampah yang ada di Situ Sawangan. Di sekitar situ juga terdapat warung yang dikenakan retribusi antara Rp.10.000,- – Rp.20.000,- per minggu. Penduduk sekitar banyak yang bekerja sebagai penjaga vila. Pekerjaan lain penduduk sekitar Situ Sawangan adalah buruh bangunan, pekerja pabrik, warung dan keramba ikan. Penduduk yang mengusahakan keramba ikan umumnya menggunakan sistem ambal yaitu di atas untuk ikan mas sedangkan di bawahnya ikan nila atau mujair, jadi kotoran ikan mas dimakan oleh ikan nila atau mujair. Jika musim hujan penduduk yang mengusahakan ikan mas kadang merugi.
Dari hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS dengan metode backward dihasilkan enam model. Dari model keenam diperoleh angka R2yang disesuaikan sebesar 0,32. Hal ini berarti 32 % penghasilan penduduk di sekitar situ bisa dijelaskan oleh variabel jarak pasar terdekat, jarak permukiman pengembang terdekat dan jumlah anggota keluarga yang berusia di atas 17 tahun. Sedangkan 68 % dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya.
Persamaan regresi linier berganda dengan a 10 % sebagai berikut :
Y = 260988,4 -113,005 Xi – 72,156 x¿ + 11425 x9 (2,542) (-2,863) (-1,590) (2,148)
Rata-rata penghasilan penduduk di sekitar situ Sawangan sebesar Rp.56.250(-, jarak permukiman ke situ rata-rata sejauh 10,75 meter, jarak rata-rata ke permukiman pengembang terdekat yaitu 775,25 meter, jarak rata-rata ke pasar yaitu 2.082,50 meter, jarak ke pusat perbelanjaan terdekat sejauh 6.469 meter, jarak rata-rata ke pabrik terdekat sejauh 2.509,25 meter, luas tanah asal rata-rata 249,75 meter persegi serta luas bangunan asal sebesar 233,75 meter persegi dan jumlah anggota keluarga yang berusia di atas 17 tahun sebanyak dua orang, dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang.
Dari uraian di atas dapat diperoleh hasil bahwa fungsi ekonomi situ akan relative lebih tinggi pada daerah yang terletak jauh dari industri. Oleh karena itu wilayah situ yang dapat dikonservasi adalah Situ Sawangan dan Jatijajar dengan pertimbangan bahwa di sekitar situ belum terdapat industri, jadi seharusnya lebih mudah untuk dipantau.
IV. KESIMPULAN
Situ yang ada di Kota Depok umumnya sudah beralih fungsi, jika pemerintah tidak berupaya untuk melakukan pengelolaan, bukan tidak mungkin situ yang ada lama kelamaan akan hilang. Situ yang masih dapat dikonservasi adalah Situ Sawangan dan Jatijajar, sedangkan Situ Rawakalong dan Pedongkelan sudah berbatasan dengan industri dan terdapat TPS.
Pemantauan wilayah terbangun di kawasan situ dapat dilakukan dengan menggunakan peta yang ada dan diperbaharui dengan citra optik.
V. DAFTAR PUSTAKA
Lillesand, T.M & R.W.Kiefer 1994. Remote sensing and image interpretation, 3rd ed. John Wiley & Sons, Inc.N.Y.USA
Pemerintah Kota Depok 2000. Rencana tata ruang wilayah Kota Depok tahun 2000 – 2010 . Laporan kompilasi data. Pemerintah Kota Depok, Depok
Rahardjo, S. 1996. Kumpulan makalah pelatihan : sistem informasi geografis. Jurusan Geografi FMIPA UI, PPGT, dan FKG, Depok
Rahardjo, S,R. Saraswati & LAnita 2002. Struktur Ruang Kota Depok. Jurnal Geografi 03 Saraswati, R. 1999. Mapping mangrove forest by using Radarsat imageries. 19m international Cartographic Conference Proceedings,
Canada
Saraswati, R & S. Rahardjo 1998. Inventory of mangroves by using Radarsat imageries. Application Development Research Opportunity (ADRO) Final Workshop Proceeding, Montreal, Canada
Saraswati, R. 2002. Perbedaan perluasan daerah tutupan pada wilayah permukiman di Kotamdya Depok; Makara, Sains, Vol 6 LPUI
Seik, F.T. 2000. Subjective assessment of urban quality of life in Singapore (1997 – 1998); Habitat Internasional 24
Santosa, S. 1999. Mengolah data statistik secara profesional. PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Gambar 3. Kenampakan situ Rawakalong dari Citra Ikonos, 2002
Gambar 4. Situ Pedongkelan dari Citra Ikonos 2002
Gambar 5. Situ Jatijajar dari Citra Ikonos 2002
Gambar 6. Situ Sawangan dari Citra Ikonos 2002
Leave a comment